Gangguan saraf bisa
ditandai dengan hal kecil seperti nyeri menjalar, pegal, perasaan seperti
tersetrum. Namun gangguan saraf juga bisa menyebabkan nyeri yang sangat hebat,
dan memaksa penderitanya harus menghentikan aktivitas, bahkan menangis saking
sakitnya.
Biasanya rasa nyeri
datang dari gangguan pada saraf sensorik. Penyebab nyeri, secara khusus adalah
saraf yang mengalami iritasi, atau akibat penekanan atau tarikan.
Semua saraf otak,
tulang belakang, tepi, dan semua saraf yang ada serabut sensorik jika terjepit
akan menjalar. Dan untuk penanganan permasalahan menyangkut saraf itu bahkan
terkadang harus dengan bedah.
Namun ada terapi baru
yang dipopulerkan oleh ahli spesialis bedah saraf, DR. dr. Wawan Mulyawan, SpBS
(K), SpKP. Wawan menyebut tindakan pain management tersebut, sebagai teknik di
tengah-tengah dengan istilah Percutaneous Epidural Neuroplasty (PEN). Tindakan
PEN ini bias mengurangi atau bahkan menghilangkan nyeri tanpa melalui
operasi, dan dengan tindakan yang seminimal mungkin.
Oleh karena itu salah
satu jenis tindakan pain management – Percutaneous Epidural Neuroplasty ini
merupakan terobosan baru dalam penanganan nyeri akibat gangguan saraf.
“Kita kasih pengobatan
yang tindakannya ringan, tapi bias menghilangkan nyerinya. PEN yang kita
lakukan terutama di saraf tulang belakang, bidang yang kita kembangkan,” kata
Doktor dengan kompetensi tambahan bedah saraf tulang belakang dan terapi nyeri
itu.
Salah satu jenis
tindakan pain management ini, selain untuk nyeri akibat adanya iritasi atau
penyempitan saraf di tulang belakang, juga untuk nyeri di saraf wajah
(trigeminaneuralgia), atau juga saraf di pergelangan tangan Carpal Tunnel
Syndrome (CTS).
Percutanenous Epidural
Neuroplasty sendiri mampu mengurangi, bahkan menghilangkan nyeri akibat iritasi
atau tekanan pada saraf tulang belakang, mulai dari leher sampai ke
lumbosacral.
Untuk penanganan PEN
ini dokter Wawan menggunakan alat khusus. “Intinya kami gunakan jarum khusus
yang menuju ke pusat nyerinya atau pain generator-nya. Tempat atau lokasi nyeri
tersebut merupakan pain generator,” ulas dr. Wawan.
Namun jarum yang
digunakannya bukan jarum sembarangan, tapi jarum khusus dengan teknologi
canggih. Jarumnya yang halus untuk saraf tulang belakang, dan ada juga yang
berbentuk seperti kateter berupa selang panjang, juga ada jarum untuk
radio frekuensi.
“Untuk nyeri kita tidak
boleh melakukan penanganan yang kita tidak tahu asalnya. Kalau sudah kita tetapkan
diagnosanya dengan konfirmasi beberapa dokter dan alat-alat, maka kita tentukan
asal nyeri itu di mana. Misalnya nyeri di leher, setelah diperiksa di lengan
atas atau bahunya, ternyata ada di tulang leher no 5 atau 6, setelah MRI
ketahuan saraf no 5 dan 6 yang terjepit, maka dilakukan assesment untuk
pengobatannya apa,” ulas dr Wawan yang menggelorakan agar spine surgery and
care terwujud di Indonesia.
Untuk belajar hal itu,
dokter Wawan pernah mengikuti World Congress of Minimally Invasive Spine
Surgery and Techniques (WCMISST) di Honolulu, Hawai.
Tanpa metode PEN,
penanganan gangguan saraf akan berujung di ruang bedah. Sebelum pasien harus
masuk ruang bedah, penanganan gangguan saraf sendiri mulai dari yang paling
ringan dengan istirahat, pelemasan, dan tanpa obat.
Untuk penanganan
gangguan lebih tinggi dengan pain killer atau menggunakan obat, atau bahkan
sampai penggunaan infus, fisioterapi peregangan atau pelemasan, dan lebih
tinggi lagi harus dilakukan operasi.
Jika ditemukan
kelainan, dokter akan melakukan pemeriksaan diagnostik untuk memastikan
pemeriksaan dengan panca indra, dan lalu dikonfirmasi dengan pemeriksaan
penunjang MRI, Scan, USG dan lain lainnya.
Pemeriksaaan MRI,
maupun scanning secara objektif itu penting karena bidang kedokteran harus
berdasarkan bukti-bukti, atau evidence base.
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.